Perkuliahan 3 PGSD SEMESTER III: Fungsi dan Peran Seni Rupa dalam Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar: Landasan Teori dan Implikasi Pendidikan
Fungsi dan Peran Seni Rupa dalam Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar: Landasan Teori dan Implikasi Pendidikan
Seni rupa, sebagai salah satu disiplin ilmu dalam pendidikan, memegang peranan vital dalam proses tumbuh kembang anak usia Sekolah Dasar (SD). Pada fase ini, anak berada dalam periode yang oleh para ahli disebut sebagai masa perkembangan artistik, di mana aktivitas berekspresi secara visual menjadi sarana penting bagi perkembangan kognitif, emosional, sosial, dan fisik mereka. Artikel ilmiah ini akan mengupas tuntas fungsi dan peran seni rupa pada anak usia SD dengan merujuk pada landasan teori dari para ahli.
Seni Rupa sebagai Media Ekspresi dan Komunikasi
Pada dasarnya, seni rupa berfungsi sebagai bahasa visual bagi anak. Sebelum anak sepenuhnya menguasai bahasa verbal dan tulisan, gambar dan bentuk adalah sarana utama mereka untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dialami. Slamet Suyanto (2005: 25) menegaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran seni adalah "Membantu anak mengekspresikan diri, melalui seni dapat meningkatkan kreatifitas anak dengan mewujudkan imajinasinya dalam seni". Melalui kegiatan seni rupa, anak-anak menuangkan ide, gagasan, dan peristiwa yang pernah terjadi menjadi catatan visual (Pamadhi dkk., 2017).
Viktor Lowenfeld, salah satu tokoh terkemuka dalam pendidikan seni rupa anak, berpendapat bahwa ekspresi seni rupa yang dilakukan secara alamiah berdampak positif bagi perkembangan intelektual, emosional, kreativitas, dan perkembangan sosial anak (Siregar, 2013). Anak menggunakan karya rupa sebagai alat komunikasi non-verbal, yang memungkinkan mereka menyampaikan kompleksitas perasaan atau pemikiran yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Peran Sentral dalam Pengembangan Kreativitas dan Kognitif
Peran seni rupa dalam mengembangkan kreativitas anak SD tidak terbantahkan. Kreativitas sering kali dianggap sebagai kemampuan berpikir tertinggi dalam aspek perkembangan kognitif, sesuai dengan Teori Bloom. Kegiatan seni rupa, seperti menggambar dan melukis, menuntut anak untuk bereksplorasi dan menciptakan sesuatu yang orisinal berdasarkan imajinasi mereka.
Menurut Dewey (dalam Seefeldt & Wasik, 2008), bahan-bahan seni merangsang anak-anak untuk berpikir secara berbeda. Berkreasi dalam seni rupa melibatkan daya imajinasi (berpikir dengan rupa) yang harus berkolaborasi dengan kemampuan berpikir dengan kata. Kombinasi kedua kemampuan ini sangat penting untuk memperlancar proses kreasi di bidang apapun yang akan digeluti anak kelak (Siregar, 2013). Seni rupa melatih otak anak untuk menyimpan dan menciptakan citra visual, yang merupakan bagian dari daya tangkap komprehensif dan kemampuan mengungkapkan ide secara sistematis namun ekspresif.
Lowenfeld dan Brittain mengklasifikasikan tahapan perkembangan seni rupa anak yang sejalan dengan perkembangan kognitif dan mentalnya. Anak usia SD (sekitar 7–12 tahun) umumnya berada pada Masa Bagan (Schematic Period) hingga Masa Realisme Awal (Dawning Realism).
Masa Bagan (7–9 tahun): Anak mulai menemukan "schema" atau konsep bentuk yang berulang dan mulai sadar akan ruang.
Masa Realisme Awal (9–12 tahun): Anak mulai menggambar menyerupai kenyataan, dengan kesadaran akan detail, warna objektif, dan perspektif sederhana (Pamadhi dkk., 2017).
Dengan memfasilitasi kegiatan seni rupa sesuai tahap perkembangan ini, pendidikan seni membantu menumbuhkan kepekaan rasa imajinasi, estetik, dan artistik, yang membentuk sikap kritis, apresiatif, dan kreatif siswa secara menyeluruh.
Fungsi dalam Perkembangan Motorik dan Emosional
Pengembangan Motorik Halus
Aktivitas seni rupa merupakan latihan yang efektif untuk perkembangan motorik halus anak. Kegiatan seperti memegang pensil, kuas, menggunting, menempel, atau membentuk melibatkan gerak otot-otot kecil dan melatih koordinasi antara tangan dan mata (Slamet Suyanto, 2005: 25). Peningkatan keterampilan motorik halus ini penting sebagai prasyarat bagi keterampilan dasar lain, seperti menulis.
Keseimbangan Emosional dan Kesehatan Jiwa
Secara emosional, seni rupa berfungsi sebagai alat terapi dan pembersihan jiwa (Torancce, 1979). Seni rupa, yang oleh Frued ditempatkan sebagai wujud ekspresi dorongan alam bawah sadar, dianggap sebagai indikator kesehatan jiwa. Kegiatan berekspresi melalui seni, seperti melukis, dapat memberikan pengalaman sensasional yang kuat dari dalam diri, yang pada akhirnya dapat membantu menstimulasi keseimbangan emosi dan pengembangan kepribadian anak (Torancce, 1979; Pamadhi, 2014).
Peran Sosial dan Apresiasi Budaya
Pendidikan seni rupa juga memiliki peran penting dalam konteks sosial dan budaya. Melalui kegiatan seni, anak-anak tidak hanya belajar tentang kreasi, tetapi juga diajak untuk:
Memahami Peran Seni di Masyarakat: Anak-anak menjadi peduli terhadap berbagai bentuk kesenian sebagai makna yang kuat dari ekspresi sosial.
Memahami Warisan Artistik: Anak diajak untuk menghargai keindahan dan warisan budaya yang diwujudkan dalam karya seni.
Pengembangan Sikap Toleransi: Pembelajaran seni dapat dirancang untuk memperkenalkan ragam budaya, melatih siswa untuk mengakui ketepatan pandangan budaya yang beragam, dan menumbuhkan toleransi (Pamadhi, 2014).
Dengan demikian, pendidikan seni rupa di sekolah dasar berupaya membentuk pribadi yang utuh (holistik) agar anak dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Seni rupa adalah pengalaman belajar yang kaya dan beragam yang mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh dan memupuk minat serta kepekaan terhadap seni dan budaya (Mujiyono et al., 2021).
Kesimpulan
Seni rupa memegang fungsi dan peran yang krusial dalam perkembangan anak usia Sekolah Dasar, melampaui sekadar keterampilan menggambar. Seni rupa adalah media ekspresi dan komunikasi visual, sarana utama pengembangan kreativitas dan fungsi kognitif, serta stimulan penting bagi perkembangan motorik halus dan keseimbangan emosional. Berdasarkan landasan teori dari para ahli seperti Lowenfeld, Brittain, Torancce, dan lainnya, pembelajaran seni rupa seyogyanya menjadi ajang pemberian pengalaman yang menarik yang menyadarkan anak akan lingkungannya dan membina manusia seutuhnya. Integrasi seni dalam kurikulum pendidikan dasar sangatlah penting untuk mendukung pengembangan potensi siswa secara optimal, menjadikannya individu yang kreatif, kritis, ekspresif, dan memiliki kepekaan sosial serta budaya.
Daftar Pustaka
Mujiyono, S., Heryadi, A. T., & Aristi, A. R. (2021). Pentingnya Pengejaran Seni Dalam Kurikulum Sekolah Dasar. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri.
Pamadhi, H. (2014). Pembelajaran Seni di MI/SD Berbasis Multikultural. Rumah Jurnal UIN IB.
Pamadhi, H., dkk. (2017). Analisis Karya Gambar Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Teori Perkembangan Seni Rupa Anak Viktor Lowenfeld. ResearchGate.
Siregar, L. R. (2013). BAB II LANDASAN TEORI A. PENDIDIKAN SENI RUPA DALAM KONSEP PENDIDIKAN USIA DINI DI INDONESIA. Repository UPI.
Slamet Suyanto. (2005). Tujuan Pembelajaran Seni. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Seni 1. Konsep Seni Pada Anak Tk a. Pengertian Konsep Seni Umum. Eprints UNY.
Torancce, E. P. (1979). The Search for Satori and Creativity. Creative Education Foundation. (Dikutip dalam jurnal: Media Pembelajaran Visual Seni Rupa Pada Anak PAUD/TK).
Widia Pekerti, dkk. (2012). Seni Rupa Adalah Kegiatan Menciptakan atau Kegiatan Berkreasi terhadap Pengalaman yang Pernah Terjadi. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Seni 1. Konsep Seni Pada Anak Tk a. Pengertian Konsep Seni Umum. Eprints UNY.

Post a Comment
FB. wisnu.natural
WA. 087722452802
IG. @wisnuwirandi