MK Ilmu Sosial Budaya Dasar_Prodi Ilmu Pemerintahan_Pertemuan 3_Manusia dan Nilai, Moralitas, dan Hukum: Tinjauan dalam Konteks Ilmu Pemerintahan dan Relevansi Ilmu Sosial Budaya Dasar

Table of Contents




Manusia dan Nilai, Moralitas, dan Hukum: Tinjauan dalam Konteks Ilmu Pemerintahan dan Relevansi Ilmu Sosial Budaya Dasar

Abstrak

Artikel ini membahas interkoneksi fundamental antara manusia, nilai, moralitas, dan hukum, serta relevansinya dalam kajian Ilmu Pemerintahan. Melalui perspektif Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), manusia diposisikan sebagai subjek dan objek dari sistem nilai, moral, dan hukum yang membentuk tatanan sosial dan politik. Dalam konteks Ilmu Pemerintahan, pemahaman mendalam terhadap dimensi-dimensi ini sangat krusial untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif, etis, dan berkeadilan. Analisis ini menekankan bahwa hukum yang berkualitas tidak dapat dipisahkan dari fondasi moral dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yang kemudian menjadi basis bagi legitimasi dan efektivitas kekuasaan negara.

Kata Kunci: Nilai, Moralitas, Hukum, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Keadilan.


1. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial sekaligus makhluk moral. Keberadaannya dalam suatu kolektivitas menuntut adanya aturan main yang mengatur interaksi dan mencegah konflik. Dalam kerangka Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), studi tentang manusia tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama: Nilai, Moralitas, dan Hukum. Ketiganya berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial, pedoman perilaku, dan standar etik yang memungkinkan terbentuknya masyarakat yang tertib, adil, dan sejahtera.

Dalam disiplin Ilmu Pemerintahan, interaksi antara ketiga pilar ini menjadi sangat vital. Pemerintahan pada hakikatnya adalah proses penggunaan kekuasaan negara untuk mengatur kehidupan masyarakat. Efektivitas proses ini sangat bergantung pada sejauh mana kebijakan dan implementasi hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah berakar pada nilai-nilai dan moralitas yang diyakini oleh warganya. Hukum, sebagai produk formal dari kekuasaan, harus merefleksikan dan melindungi nilai-nilai luhur masyarakat.

2. Manusia, Nilai, dan Moralitas sebagai Fondasi Sosial

Nilai dapat didefinisikan sebagai kualitas atau keadaan yang dianggap berharga, baik, atau penting bagi kehidupan manusia, yang kemudian dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Sementara itu, Moralitas adalah sistem standar perilaku benar dan salah yang berakar dari nilai-nilai tersebut, mengikat individu atas dasar kesadaran internal atau suara hati.

Dalam pandangan filsuf, hubungan antara moral dan tindakan manusia adalah inti dari kehidupan beretika. Immanuel Kant, melalui konsep Imperatif Kategoris-nya, menekankan bahwa tindakan moral harus didasarkan pada prinsip universal yang dapat diterapkan pada semua orang. Dalam kaitannya dengan pemerintahan, hal ini berarti bahwa setiap kebijakan publik harus dapat diterima sebagai prinsip yang sah dan adil oleh setiap warga negara, tanpa memandang kepentingan pribadi atau kelompok.

Kutipan yang relevan dari tokoh terkemuka mengenai fondasi moral dalam masyarakat:

Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menyatakan bahwa "Keadilan adalah kebajikan yang sempurna, karena pelaksanaannya adalah pelaksanaan kebajikan yang sempurna kepada orang lain."

Pernyataan ini menegaskan bahwa nilai tertinggi dalam tatanan sosial, yakni keadilan, hanya dapat tercapai melalui tindakan yang didasarkan pada kebajikan atau moralitas. Bagi Ilmu Pemerintahan, hal ini adalah panggilan untuk menjadikan keadilan sebagai roh utama dalam setiap penyelenggaraan negara.

3. Hukum sebagai Formalisasi Nilai dan Moralitas

Hukum adalah norma formal, tertulis maupun tidak tertulis, yang ditetapkan oleh lembaga berwenang dengan sanksi yang memaksa untuk menciptakan ketertiban dan kepastian dalam masyarakat. Hukum berfungsi sebagai kristalisasi atau formalisasi dari nilai-nilai dan moralitas yang dominan dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mencerminkan volksgeist (jiwa rakyat) dan keadilan substantif.

Pemisahan secara ekstrem antara hukum dan moralitas, sebagaimana diadvokasi oleh aliran Positivisme Hukum murni, seringkali dikritik karena dapat menghasilkan hukum yang sah secara formal namun tidak adil secara moral. Sebaliknya, aliran Hukum Alam berpendapat bahwa hukum yang tidak berlandaskan moralitas universal (hukum kodrat) tidak dapat disebut sebagai hukum yang sejati.

Filsuf hukum terkemuka Indonesia, Satjipto Rahardjo, menawarkan perspektif yang menempatkan manusia sebagai pusat hukum:

"Hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Hukum harus mengalir, dan ia tidak boleh kering dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan."

Pernyataan ini mendorong Ilmu Pemerintahan untuk menganut pendekatan Hukum Progresif, di mana penegakan dan pembentukan hukum selalu berorientasi pada kemanfaatan dan keadilan bagi rakyat. Artinya, hukum tidak boleh sekadar menjadi alat teknis kekuasaan, tetapi harus menjadi instrumen untuk memanusiakan manusia.

4. Interkoneksi dalam Konteks Ilmu Pemerintahan

Hubungan antara Manusia, Nilai, Moralitas, dan Hukum menjadi sangat kentara dalam praktik Ilmu Pemerintahan, khususnya dalam isu-isu:

  • Legitimasi Kekuasaan: Kekuasaan pemerintah dianggap legitim, tidak hanya karena memiliki dasar hukum (legalitas), tetapi juga karena didukung oleh kepercayaan masyarakat yang didasarkan pada nilai dan moralitas (legitimasi moral). Pemerintahan yang korup (melanggar moralitas publik dan hukum) akan kehilangan legitimasi moralnya, meskipun secara formal masih berkuasa.

  • Etika Pemerintahan: Moralitas bertransformasi menjadi Etika Pemerintahan yang mengatur perilaku aparat negara, meliputi nilai-nilai keutamaan seperti kejujuran, integritas, akuntabilitas, dan keadilan. Kegagalan Ilmu Pemerintahan untuk menanamkan etika yang kuat akan menghasilkan birokrasi yang disfungsional.

  • Kebijakan Publik: Perumusan kebijakan harus senantiasa didasarkan pada nilai-nilai keadilan sosial dan kemanusiaan. Undang-Undang yang diskriminatif atau yang hanya menguntungkan segelintir kelompok, meskipun sah secara hukum, akan ditolak secara moral oleh masyarakat.

Dalam konteks Ilmu Pemerintahan, Nilai dan Moralitas berfungsi sebagai "pengawal batin" (internal check) bagi aparatur negara, sementara Hukum berfungsi sebagai "pengawal lahir" (eksternal check) melalui sanksi yang mengikat.

5. Relevansi Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD)

Ilmu Sosial Budaya Dasar memiliki peran krusial dalam menyediakan kerangka analisis bagi Ilmu Pemerintahan. ISBD memberikan pemahaman bahwa Nilai, Moralitas, dan Hukum bukanlah entitas abstrak, melainkan produk budaya yang dinamis dan berakar pada realitas sosial masyarakat tertentu.

Dengan mempelajari ISBD, mahasiswa Ilmu Pemerintahan dapat:

  1. Memahami Keragaman Nilai: Mengenali bahwa setiap masyarakat memiliki nilai-nilai lokal (local wisdom) yang harus dihormati dan diakomodasi dalam pembentukan hukum dan kebijakan.

  2. Menganalisis Konflik Nilai: Memahami bahwa seringkali terjadi konflik antara nilai-nilai tradisional dan modern, atau antara nilai-nilai individual dan nilai-nilai kolektif, yang kemudian menjadi sumber utama masalah dalam tata kelola pemerintahan.

  3. Mengembangkan Sensitivitas Moral: Memiliki kesadaran bahwa tujuan akhir dari pemerintahan adalah peningkatan kualitas hidup manusia, yang diukur tidak hanya dengan indikator ekonomi tetapi juga oleh tingkat keadilan, martabat, dan kesejahteraan moral.

6. Kesimpulan

Interkoneksi antara Manusia, Nilai, Moralitas, dan Hukum adalah sebuah keniscayaan, terutama dalam studi Ilmu Pemerintahan. Hukum adalah ekspresi formal dari nilai dan moralitas yang hidup di masyarakat, dan berfungsi sebagai instrumen vital dalam praktik pemerintahan. Tanpa fondasi nilai dan moral yang kuat, hukum akan kehilangan rohnya dan kekuasaan akan cenderung menuju tirani.

Oleh karena itu, bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan, pemahaman mendalam yang diperoleh dari mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar tentang hakikat kemanusiaan, nilai, dan moralitas menjadi prasyarat mutlak untuk melahirkan aparatur negara yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga berintegritas dan mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang berkeadilan dan bermartabat.


Daftar Pustaka

Aristoteles. (Dikutip dalam) Suseno, Franz Magnis. (1987). Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius.

Kant, Immanuel. (Dikutip dalam) Bertens, K. (2001). Etika. Gramedia Pustaka Utama.

Kumorotomo, W. (2007). Etika Pemerintahan. Rajawali Pers.

Rahardjo, Satjipto. (2007). Biarkan Hukum Mengalir (Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia Dan Hukum). Kompas Media Nusantara.

Simorangkir, J.C.T. & Sastropranoto, Woerjono. (1980). Peladjaran Hukum Indonesia. Jambatan. (Untuk referensi definisi hukum).

Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. UI Press.

Sudrajat, Tedi. (2020). EKSISTENSI NILAI MORAL DALAM ILMU HUKUM. Jurnal Hukum Progresif, Vol. 8, No. 2. (Sebagai sumber referensi umum mengenai relasi hukum dan moral).

Post a Comment