Studi Komparasi Taksonomi Bloom dan Taksonomi SOLO dalam Implementasi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)

Table of Contents

 

Taksonomi Bloom dan Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome) adalah dua kerangka kerja yang banyak digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat pemahaman dan pembelajaran siswa. Meskipun keduanya bertujuan untuk mengukur hasil belajar, mereka memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda. Membandingkan keduanya dalam konteks implementasi pembelajaran mendalam (deep learning) akan memberikan wawasan tentang bagaimana masing-masing dapat membimbing desain kurikulum dan asesmen.

Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom, yang diperkenalkan oleh Benjamin Bloom pada tahun 1956 dan direvisi pada tahun 2001, mengategorikan tujuan pembelajaran ke dalam enam tingkatan hierarkis, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks:

  1. Mengingat (Remembering): Mengambil kembali, mengenali, atau mengingat informasi yang relevan dari memori jangka panjang.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Mengenali definisi dasar neural network, backpropagation, atau jenis-jenis arsitektur (misalnya, CNN, RNN).
  2. Memahami (Understanding): Mengkonstruksi makna dari bahan instruksional, termasuk pesan lisan, tulisan, dan grafis.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Menjelaskan bagaimana gradient descent bekerja, menginterpretasikan loss function, atau menjelaskan perbedaan antara supervised dan unsupervised learning.
  3. Menerapkan (Applying): Menggunakan prosedur atau menerapkan pengetahuan dalam situasi yang diberikan.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Menggunakan pustaka deep learning (misalnya, TensorFlow, PyTorch) untuk membangun model sederhana, mengimplementasikan algoritma forward propagation, atau menerapkan teknik data augmentation.
  4. Menganalisis (Analyzing): Memecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Menganalisis kinerja model berdasarkan metrik evaluasi (misalnya, akurasi, presisi, recall), mengidentifikasi penyebab overfitting atau underfitting, atau membandingkan arsitektur model yang berbeda untuk tugas tertentu.
  5. Mengevaluasi (Evaluating): Membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Mengevaluasi arsitektur model mana yang paling cocok untuk dataset tertentu, memberikan kritik terhadap suatu makalah penelitian deep learning, atau merekomendasikan penyesuaian hyperparameter untuk meningkatkan kinerja.
  6. Mencipta (Creating): Menyatukan elemen-elemen untuk membentuk keseluruhan yang koheren atau fungsional, atau menghasilkan produk baru.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Mendesain arsitektur neural network baru untuk masalah yang belum terpecahkan, mengembangkan algoritma optimasi inovatif, atau membangun aplikasi end-to-end menggunakan model deep learning.

Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome)

Taksonomi SOLO, yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis, menawarkan cara yang berbeda untuk mengklasifikasikan kualitas hasil belajar siswa, berdasarkan kompleksitas struktur respons siswa. Taksonomi ini lebih berfokus pada kualitas pemahaman daripada jenis proses kognitif. Tingkatannya adalah sebagai berikut:

  1. Pra-struktural (Pre-structural): Siswa belum memahami tugas atau subjek. Informasi relevan diabaikan atau disalahpahami.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Siswa tidak dapat mengidentifikasi komponen dasar neural network atau tidak memahami tujuan training model.
  2. Uni-struktural (Uni-structural): Siswa fokus pada satu aspek yang relevan dan jelas, tetapi mengabaikan yang lain. Pemahaman dangkal.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Siswa dapat mendefinisikan neuron, tetapi tidak dapat menjelaskan hubungannya dengan layer lain atau keseluruhan jaringan.
  3. Multi-struktural (Multi-structural): Siswa fokus pada beberapa aspek yang relevan, tetapi tidak melihat hubungan di antara mereka. Informasi hanya dikumpulkan tanpa integrasi.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Siswa dapat mengidentifikasi berbagai layer dalam CNN (misalnya, convolutional, pooling, fully connected) tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana mereka berinteraksi atau mengapa urutannya penting.
  4. Relasional (Relational): Siswa melihat beberapa aspek dan bagaimana mereka saling berhubungan, membentuk keseluruhan yang terintegrasi. Pemahaman yang lebih dalam.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Siswa dapat menjelaskan bagaimana convolutional layer mengekstrak fitur, pooling layer mengurangi dimensi, dan fully connected layer melakukan klasifikasi, dan bagaimana semua ini berkontribusi pada kinerja model.
  5. Abstrak yang Diperluas (Extended Abstract): Siswa melampaui informasi yang diberikan, membuat generalisasi, dan menerapkan pemahaman ke konteks atau masalah baru yang belum dikenal.
    • Implementasi dalam Deep Learning: Siswa dapat mengadaptasi arsitektur CNN yang sudah ada untuk tugas baru (misalnya, mendeteksi objek dalam citra medis, bukan hanya citra umum) atau mengusulkan modifikasi pada algoritma backpropagation untuk skenario tertentu.

 

Dalam konteks pembelajaran mendalam, baik Taksonomi Bloom maupun Taksonomi SOLO menawarkan nilai yang signifikan.

  • Taksonomi Bloom sangat berguna untuk merancang kurikulum dan tujuan pembelajaran yang terstruktur. Ketika merancang kursus deep learning, seorang pengajar dapat menggunakan Bloom untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya mengingat definisi, tetapi juga memahami konsep, menerapkan algoritma, menganalisis hasil, mengevaluasi model, dan pada akhirnya menciptakan solusi inovatif. Ini membantu dalam memecah pembelajaran deep learning yang kompleks menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola dan diajarkan secara berurutan.

  • Taksonomi SOLO lebih efektif untuk menilai kedalaman pemahaman siswa, terutama dalam tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi seperti proyek, tugas penelitian, atau pemecahan masalah terbuka. Dalam deep learning, ini bisa berarti mengevaluasi seberapa baik siswa dapat menjelaskan mengapa suatu model tertentu bekerja atau gagal, mengidentifikasi keterbatasan, atau mengadaptasi pengetahuan mereka untuk masalah baru. SOLO memungkinkan pengajar untuk membedakan antara siswa yang hanya mengumpulkan fakta dan siswa yang benar-benar memahami dan dapat berinovasi.

Untuk implementasi pembelajaran mendalam yang paling efektif, pendekatan kombinasi akan sangat bermanfaat. Pengajar dapat menggunakan Taksonomi Bloom untuk merencanakan pengalaman belajar dari tingkat dasar hingga lanjutan, memastikan cakupan kognitif yang komprehensif. Pada saat yang sama, mereka dapat mengintegrasikan Taksonomi SOLO ke dalam rubrik penilaian, terutama untuk proyek dan tugas yang lebih kompleks, untuk secara akurat mengukur kedalaman pemahaman siswa tentang konsep-konsep deep learning dan kemampuan mereka untuk menerapkan dan memperluas pengetahuan tersebut. Ini akan memastikan bahwa siswa tidak hanya belajar apa itu deep learning, tetapi juga bagaimana dan mengapa hal itu bekerja, dan bagaimana mereka dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah dunia nyata.

Post a Comment