Gelas yang Tercemar: Ketika Kepentingan Merusak Rasa Pendidikan
Dahulu, pendidikan diibaratkan mata air jernih yang menyegarkan dahaga ilmu para siswa. Guru adalah telaga yang menampung dan mengalirkan kejernihan itu, membimbing tunas-tunas muda untuk tumbuh menjadi pohon pengetahuan yang kokoh. Namun, zaman kini bagai menuangkan berbagai macam cairan ke dalam gelas yang sama. Air kopi pahit ibarat kepentingan A, air teh manis ibarat kepentingan B, dan air susu kental ibarat kepentingan C, semuanya bercampur aduk, menghilangkan rasa asli dan murni dari air pendidikan itu sendiri.
Guru, yang seharusnya menjadi fokus utama dalam proses belajar-mengajar, kini diapit oleh berbagai tuntutan dan intervensi yang seringkali tidak sinkron dan bahkan bertentangan. Mereka tidak lagi sepenuhnya merdeka dalam menjalankan tugas mulianya. Apalagi dalam hal mendidik karakter peserta didik, para guru kerap kali ditekanan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan terselubung terhadap sekolah, dengan berbagai dalih yang bisa mengancam karir guru, semuanya menjadi beban yang memberatkan pundak para pendidik.
Bayangkan seorang barista yang ingin menyajikan kopi terbaik. Namun, sebelum ia sempat meracik biji kopi pilihan dengan air berkualitas, datanglah berbagai pesanan aneh. Ada yang meminta kopinya dicampur teh, ada yang ingin ditambah susu kental manis berlebihan, bahkan ada yang memaksa menambahkan perisa buah yang tidak cocok sama sekali. Sang barista pun kebingungan, kualitas kopi yang ia hasilkan menjadi tidak karuan, jauh dari cita rasa kopi yang seharusnya.
Begitulah nasib guru saat ini. Mereka dituntut untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berkarakter, namun di sisi lain, mereka harus berjibaku dengan berbagai intervensi yang mengaburkan fokus utama mereka, yaitu mendidik. Kepentingan A bisa mendorong perubahan kurikulum yang tergesa-gesa dan tidak teruji, kepentingan B bisa memaksa sekolah untuk mengeluarkan dana tidak terduga untuk memenuhi keuntungan mereka melalui berbagai cara yang mengorbankan kualitas, dan kepentingan C bisa menekan guru untuk mengakomodasi berbagai tuntutan yang tidak selalu berorientasi pada kemajuan pendidikan.
Akibatnya, mutu pendidikan pun merosot. Guru kehilangan otonominya, kreativitas mereka terpasung oleh berbagai aturan dan tekanan. Semangat untuk berinovasi dan mengembangkan metode pengajaran yang efektif menjadi luntur karena energi mereka terkuras untuk urusan-urusan di luar substansi pendidikan. Siswa pun menjadi korban, mereka tidak lagi mendapatkan pendidikan yang fokus dan berkualitas, melainkan sebuah campuran yang tidak jelas rasanya, bahkan mungkin terasa pahit dan tidak menyenangkan.
Gelas pendidikan kita sedang tercemar. Jika kita terus membiarkan berbagai kepentingan yang tidak relevan mencampuri urusan sekolah dan guru, maka rasa murni pendidikan akan hilang sepenuhnya. Kita perlu mengembalikan fokus pada guru sebagai ujung tombak pendidikan, memberikan mereka ruang dan kebebasan untuk menjalankan tugasnya dengan profesional dan tanpa intervensi yang kontraproduktif. Hanya dengan memurnikan kembali "air" pendidikan, kita dapat berharap gelas itu kembali menyajikan minuman ilmu yang segar dan bermanfaat bagi generasi penerus bangsa. Mari kita jaga agar gelas pendidikan tidak terus diisi dengan berbagai "cairan" yang justru merusak cita rasanya.
Penulis: NoePedia

Post a Comment
FB. wisnu.natural
WA. 087722452802
IG. @wisnuwirandi